Sabtu, 05 Desember 2009

Belajar Membuat Hutang Baik

Sewaktu saya menyatakan niat akan mengajukan pensiun dini, seorang kawan baik saya menentang keras. Lho, memangnya kenapa ? Saya katakan bahwa saya juga ingin terjun usaha, seperti yang sukses digeluti olehnya. Kawan saya menjawab bahwa jika saya pensiun dini, maka saya akan kehilangan salah satu alat yang bisa mendukung menciptakan hutang-hutang baik. Apa itu ? Payroll gaji.

Buat para fansnya R. Kiyosaki dan Purdi E. Chandra, topik ini tentunya sudah amat familiar dan mendarah daging. Namun buat rekan-rekan saya yang karyawan dan awam tentang usaha, kemungkinan topik ini masih cukup menarik untuk dibaca. Saya memang sedang belajar menjalankannya, makanya saya tulis di blog ini.

Definisi hutang yang baik adalah hutang yang membuat aset kita semakin bertambah, yang membuat kita semakin kaya. Demikian kata teorinya. Contoh : bila kita berhutang ke bank untuk membeli properti, dimana dana pinjaman tersebut bisa untuk membeli properti dimaksud dan kita masih memperoleh cashback money untuk menjalankan suatu usaha, yang hasil usaha tersebut bisa untuk mengangsur hutang ke bank.

Menarik sekali ! Berarti seseorang bisa memiliki properti dan suatu usaha hanya dengan modal dengkul, alias tanpa modal. Modalnya berasal dari pinjaman bank, dan dikategorikan sebagai hutang baik karena membuat aset meningkat. Setelah masa mengangsur selesai, yang tersisa adalah aset properti yang dibeli dan aset usaha yang sudah berjalan secara menguntungkan. Hutang lunas. Wow !

Apa ada yang bisa seperti itu ? Ternyata ada. Tentunya diperlukan kemampuan tertentu pula untuk bisa menjalankannya. Kalau kita simak dari uraian di atas bisa kita simpulkan bahwa setidaknya diperlukan kemampuan seperti : cara berhutang di bank, cara mencari properti atau rumah murah / berharga miring, dan cara mencari usaha yang beresiko rendah/moderat.

Bagi yang sudah memiliki ketiga ketrampilan di atas, tidak diragukan lagi anda sudah memiliki kemampuan membuat hutang-hutang yang baik. Bagi yang belum, mestinya harus belajar dulu. Jangan coba-coba. Karena hutang tersebut bisa menjerat anda, dan membuat susah seisi keluarga. Salah-salah, hutang yang direncanakan menjadi hutang baik tersebut berubah menjadi hutang buruk. Jangan lupa, gaji anda menjadi taruhannya.

Lebih baik pelajari dulu ketrampilannya, bangun koneksi-koneksinya, barulah mencoba. Kawan saya yang saya sebutkan di atas tadi biasanya tidak setuju dengan cara saya ini. Terlalu lambat katanya. Baginya yang penting segera action, langsung praktek, jangan terlalu banyak pertimbangan dan persiapan bertele-tele. Hal-hal lain dipelajari dan disolusi sambil berjalan.

Ngeri ! Belum tega saya mengikuti cara kawan saya ini. Sepertinya saya memang masih terlalu konservatif, ”mental karyawan” saya masih amat lekat. Harus saya akui bahwa masih banyak yang saya pertimbangkan. Terutama faktor resikonya. Inginnya sih resiko dibuat serendah mungkin. Kalau bisa nihil, he...he...he...

Buat saya masih ada hal yang mengganjal di hati. Yaitu masalah konsistensi. Misalnya saja semua proses awal di atas berjalan lancar. Maka masih ada faktor kurun waktu yang mesti dipertimbangkan. Artinya, apakah usaha yang dijalankan bisa dijamin akan terus bagus sepanjang masa mengangsur hutang ? Atau setidaknya, apakah masih tetap berjalan baik hingga tambahan aset anda sudah senilai dengan nilai hutangnya, agar tidak tekor ?

Sayangnya, kalau sudah terjun ke kancah usaha, maka tidak ada yang namanya jaminan. Itu bukan bahasa di kalangan tersebut. Yang tepat adalah berapa besar peluangnya dan berapa imbalannya kalau berhasil. Seimbangkah resiko yang mungkin muncul dengan imbalannya. Apakah jika resikonya muncul masih dalam kemampuan untuk menghadapinya. Hal-hal tersebut yang biasanya menjadi pertimbangan dalam mengambil keputusan.

Lalu kenapa kita harus berhutang ? Mengapa bukan menjalankan usaha sesuai modal dana yang kita punyai saja ? Karena modal yang kita punyai terbatas, sehingga nilai bisnisnya juga terbatas. Dengan dana pinjaman, kemampuan modal menjadi berlipat ganda sehingga hasilnya juga bisa berlipat ganda.

Lalu apa hubungannya semua itu dengan pembicaraan mengenai payroll gaji di atas ? Nah, payroll gaji yang dibahas di atas tentunya berkaitan dengan persyaratan proses hutang ke bank. Payroll gaji yang menunjukkan bahwa pemiliknya adalah seorang karyawan yang memiliki pemasukan tetap, merupakan bukti nyata adanya cashflow yang bagus dan konsisten dari pemiliknya.

Tentu saja bukan sekedar payroll gaji, tapi juga seberapa besar gaji bisa disisihkan per bulannya. Bila kondisinya bagus, maka keberadaan payroll ini amat terpercaya untuk mendukung persetujuan bank. Meskipun seseorang belum punya usaha yang berjalan lancar, cashflow dari gaji sudah bisa menjadi jaminan.

Buat para rekan yang tidak memiliki payroll gaji atau sudah tidak lagi memilikinya, bukannya tidak ada kesempatan lagi. Prinsip menggunakan payroll gaji sebenarnya adalah cara menunjukkan ke pihak bank bahwa kita memiliki cashflow yang cukup dan dapat dipertanggungjawabkan konsistensinya. Kalau usaha yang dipunyai memiliki cashflow yang bagus paling tidak selama 6 bulan, itu pun sudah berfungsi sama dengan payroll gaji.

Nah, siapa yang sudah siap mencetak hutang-hutang baik ?


Artikel Yang Berhubungan



Comments :

0 komentar to “Belajar Membuat Hutang Baik”

Posting Komentar

 

Copyright © 2009 by Cara Belajar Membuat